"Self Portrait with Bandaged Ear and Pipe" karya Vincent van Gogh (1889) |
Semuanya telah berlalu
Gelasnya sudah pecah
Buburnya tak mungkin
kembali menjadi nasi
Penyesalan di hati hanya akan membuatku semakin mati
Tentang malam itu
Hanya kau dan aku yang
tahu
Selamanya aku akan
tetap bungkam
Kau pun juga harus diam
Biarkan semua berlalu
Biarkan orang-orang
menyalahkanku
Memang aku yang salah
Tidak bisa menjadi
kawan yang sempurna
MEMAHAMI LUKISAN:
Lihatlah
ekspresi wajah van Gogh dalam self
portrait di atas, memendam kesedihan yang mendalam. Kedua matanya lesu
memandangi dirinya yang menyedihkan di dalam cermin. Mungkin ada sebagian dari
kalian yang akan bertanya, mana cerminnya? Vincent van Gogh melukis dirinya
dengan menggunakan bantuan cermin, untuk menjadikan dirinya sendiri sebagai
subjek lukisan. Memang kalian tidak akan melihat cerminnya, karena van Gogh
hanya melukis bayangan dirinya di cermin.
Coba kalian
lihat telinganya yang diperban, itu telinga kiri atau kanan? Kalian pasti akan
menjawab, itu pasti telinga kanan. Tapi faktanya, pada insiden pemotongan
telinga yang terjadi pada van Gogh pada tahun 1888, yang terpotong itu adalah
telinga kirinya. Lalu, kenapa dia melukisnya, seolah telinga kanannya yang diperban?
Karena itu tadi, dia melukis bayangan dirinya di cermin.
"Self Portrait as An Artist", karya Vincent van Gogh (1888) |
Lukisan
di atas ini contoh yang lain kalau Vincent van Gogh menggunakan cermin untuk “menyalin”
dirinya ke dalam kanvas. Jika kita lihat tangan kanannya memegang palet, maka
tangan yang melukis pasti yang kiri. Itu berarti dia kidal. Tapi, tidak, van
Gogh bukanlah seorang yang kidal. Vincent van Gogh adalah seorang pelukis yang
selalu ingin mengekspresikan bakatnya setiap waktu. Tapi, kurang punya modal
untuk menyewa model untuk menjadi subjek lukisannya. Makanya, banyak dari
lukisannya dengan objek still life, landcape, ataupun dirinya sendiri sebagai
subjeknya.
Kita
kembali ke lukisan pertama, kesedihan mendalam yang dirasakan van Gogh melebihi
sakit yang dirasakannya pada telinganya. Kesedihan itu terpancar dari tatapan
matanya. Tatapan yang haus belas kasih. Kegiatan melukis dan merokok yang
dilakukannya saat itu belum bisa menenangkan hatinya yang tak hentinya
bergejolak. Benci, rindu, malu, rasa bersalah, dan kecewa bergantian menyerang benaknya.
Apa gerangan yang merisaukan hatimu?
FAKTA DI BALIK “PACT OF
SILENCE”:
Lukisan ini dilukis oleh Vincent van
Gogh pada tahun 1889, setelah insiden terpotongnya telinga kiri van Gogh.
Insiden itu terjadi pada akhir tahun 1888. Jika dilihat dari perban yang masih
terpasang, mungkin lukisan ini dilukis pada awal tahun 1889.
Kisah awalnya bermula saat keinginan Vincent
van Gogh pindah ke Arles untuk memulai mimpinya melukis di sebelah selatan
Perancis. Dia menyukai pemandangannya, cahayanya, dan orang-orangnya. Langkah
pertamanya adalah mencari tempat untuk dijadikan studio. Dia menemukan sebuah rumah
kecil (dikenal dengan Yellow House) beralamat di Place Lamartine No. 2 yang
kemudian disewanya dengan biaya 15 francs
per bulan.
Langkah berikutnya adalah menemukan
seorang pelukis lainnya yang mau tinggal bersama dan melukis bersama. Kakak Vincent,
Theo, membantunya mempertemukannya dengan Paul Gauguin, seorang pelukis
berkebangsaan Perancis yang akan tinggal bersamanya. Paul Gauguin tiba pada
tangal 23 Oktober, dan bertemu dengan Vincent di depan pintu Yellow House pada
pagi hari.
Dalam beberapa minggu mereka tinggal
bersama, makan bersama, minum bersama, dan melukis bersama. Vincent dan
Gauguin, keduanya memiliki ketertarikan yang sama pada aliran Impressionisme.
Mereka melukis subjek yang sama. Mereka melukis berdampingan, saling menunjukkan
bagaimana mereka bisa melukis subjek yang sama dengan cara yang berbeda.
Kebahagiaan mereka
tidak berlangsung untuk waktu yang lama. Akhirnya
Gauguin merasa sulit untuk hidup dengan Vincent. Gauguin merasa bahwa
mereka telah mencapai semuanya, tapi pandangannya tentang seni menjadi semakin berbeda dengan pandangan Vincent. Situasi ini menjadikan
keduanya semakin stres. Hingga pada
bulan Desember 1888, Gauguin berniat untuk pergi. Inilah yang kemudian memicu
terjadinya insiden pemotongan telinga kiri Vincent van Gogh.
Ada 2
versi yang beredar hingga kini. Versi yang resmi (dari kepolisian setempat)
menyebutkan bahwa Vincent van Gogh memotong telinganya sendiri dengan
menggunakan pisau cukur. Dari kesaksian Gaugin, pada malam tanggal 23 Desember
saat dia mengatakan keinginannya untuk pindah kepada Vincent, Vincent merasa
sangat terpukul. Saat Gauguin hendak keluar rumah untuk jalan-jalan, dia
mendengar jejak kaki Vincent mendekat. Dia kemudian berbalik untuk melihat, dia
melihat Vincent berjalan ke arahnya dengan pisau cukur di tangannya. Vincent
tiba-tiba berhenti, menundukkan kepalanya, dan dengan cepat kembali masuk.
Malam itu, Gauguin tidak pulang ke Yellow House, melainkan menginap di hotel. Barulah
keesokan harinya dia kembali ke Yellow House dan mendapati rumah kecil itu
sudah ramai dikerumuni polisi dan orang-orang yang banyak. Didapatinya Vincent
berlumuran darah di atas ranjangnya. Awalnya mereka mengira Vincent telah mati.
Tapi setelah diperiksa, ternyata Vincent masih hidup. Gauguin meminta kepada
polisi untuk membangunkannya perlahan, dan untuk katakan kepadanya bahwa dia
sudah kembali ke Paris jika Vincent
menanyakan tentang dirinya.
Versi
lainnya datang dari para sejarawan yang kembali mengkaji ulang kasus ini.
Menurut mereka, versi resmi sebagian besar berdasar kepada kesaksian Gauguin
yang mengandung inkonsistensi. Ada banyak petunjuk dari kedua pelukis yang
dapat mengungkapkan kebenaran kisahnya.
Hans Kaufmann,
salah satu penulis dari buku “Pact des Schweigens” (Pact of Silence)
mengatakan, “Kami sangat hati-hati
mengumpulkan kembali laporan dari para saksi dan surat-surat yang ditulis oleh
keduanya. Dan kami sampai pada kesimpulan bahwa Vincent van Gogh sangat marah
atas rencana Gauguin untuk kembali ke Paris setelah mereka menghabiskan waktu
bersama di Yellow House di Arlen. Pada
malam 23 Desember 1888 Vincent van Gogh diserang penyakit metabolic, menjadi
sangat agresif ketika Gauguin mengatakan bahwa dia akan meninggalkan Vincent
untuk kebaikannya. Suasana menjadi memanas ketika itu berada di dekat rumah
bordil dan Vincent mungkin telah menyerang temannya. Gauguin, yang ingin
membela diri dan ingin menyingkirkan ‘orang gila’ yang menyerangnya, berusaha
merampas senjatanya dan mengarahkannya ke arah Vincent. Dengan itulah dia
memotong telinga kirinya.”
Kaufmann
menambahkan, “Kami tidak tahu pasti apakah pukulan itu kecelakaan atau upaya
sengaja untuk melukai Vincent van Gogh. Tapi itu gelap, dan kami hanya menduga
bahwa Gauguin tidak bermaksud untuk memukul temannya. Gauguin meninggalkan
Arles keesokan harinya, dan keduanya tidak pernah bertemu satu sama lain lagi.”
Dalam
surat pertama yang Vincent van Gogh tulis setelah insiden ini, dia berkata
kepada Gauguin, “Saya akan bungkam
tentang hal ini, dan begitu juga kau.” Yang tampaknya merupakan awal dari “Pact
of Silence”
Bertahun-tahun
kemudian, Gauguin menulis surat untuk temannya yang lain. Dia berkata tentang
van Gogh, “Seorang pria dengan bibir
tertutup, saya tidak bisa mengeluh tentang dia.”
Kaufmann
juga mengutip korespondensi antara Vincent van Gogh dan kakaknya Theo, di mana pelukis
mengisyaratkan apa yang terjadi malam itu, yang tanpa sadar telah melanggar ‘kesepakatan
diam’, dia menulis bahwa, “Beruntung
Gauguin tidak memiliki senapan mesin atau senjata api lainnya, karena dia lebih
kuat daripada saya dan gairah/semangat (passions)-nya juga lebih kuat.”
“Ada banyak petunjuk dalam dokumen yang kami
punya yang membuktikan bahwa versi ‘menyakiti diri’ tidak benar. Tapi, dari
sejauh yang saya ketahui, tak satupun dari teman-teman yang pernah memecahkan ‘Pact
of Silence’,” kata Kaufmann yang menunjukkan bahwa cerita tentang telinga van
Gogh perlu ditulis ulang.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar