Senin, 24 November 2014

Memahami Lukisan : Self Portrait with Bandaged Ear and Pipe (van Gogh)

"Self Portrait with Bandaged Ear and Pipe" karya Vincent van Gogh (1889)

Semuanya telah berlalu
Gelasnya sudah pecah
Buburnya tak mungkin kembali menjadi nasi
Penyesalan di hati hanya akan membuatku semakin mati
Tentang malam itu
Hanya kau dan aku yang tahu
Selamanya aku akan tetap bungkam
Kau pun juga harus diam
Biarkan semua berlalu
Biarkan orang-orang menyalahkanku
Memang aku yang salah
Tidak bisa menjadi kawan yang sempurna

MEMAHAMI LUKISAN:
                Lihatlah ekspresi wajah van Gogh dalam self portrait di atas, memendam kesedihan yang mendalam. Kedua matanya lesu memandangi dirinya yang menyedihkan di dalam cermin. Mungkin ada sebagian dari kalian yang akan bertanya, mana cerminnya? Vincent van Gogh melukis dirinya dengan menggunakan bantuan cermin, untuk menjadikan dirinya sendiri sebagai subjek lukisan. Memang kalian tidak akan melihat cerminnya, karena van Gogh hanya melukis bayangan dirinya di cermin.
Coba kalian lihat telinganya yang diperban, itu telinga kiri atau kanan? Kalian pasti akan menjawab, itu pasti telinga kanan. Tapi faktanya, pada insiden pemotongan telinga yang terjadi pada van Gogh pada tahun 1888, yang terpotong itu adalah telinga kirinya. Lalu, kenapa dia melukisnya, seolah telinga kanannya yang diperban? Karena itu tadi, dia melukis bayangan dirinya di cermin.

"Self Portrait as An Artist", karya Vincent van Gogh (1888)
                Lukisan di atas ini contoh yang lain kalau Vincent van Gogh menggunakan cermin untuk “menyalin” dirinya ke dalam kanvas. Jika kita lihat tangan kanannya memegang palet, maka tangan yang melukis pasti yang kiri. Itu berarti dia kidal. Tapi, tidak, van Gogh bukanlah seorang yang kidal. Vincent van Gogh adalah seorang pelukis yang selalu ingin mengekspresikan bakatnya setiap waktu. Tapi, kurang punya modal untuk menyewa model untuk menjadi subjek lukisannya. Makanya, banyak dari lukisannya dengan objek still life, landcape, ataupun dirinya sendiri sebagai subjeknya.

                Kita kembali ke lukisan pertama, kesedihan mendalam yang dirasakan van Gogh melebihi sakit yang dirasakannya pada telinganya. Kesedihan itu terpancar dari tatapan matanya. Tatapan yang haus belas kasih. Kegiatan melukis dan merokok yang dilakukannya saat itu belum bisa menenangkan hatinya yang tak hentinya bergejolak. Benci, rindu, malu, rasa bersalah, dan kecewa bergantian menyerang benaknya. Apa gerangan yang merisaukan hatimu?


FAKTA DI BALIK “PACT OF SILENCE”:
Lukisan ini dilukis oleh Vincent van Gogh pada tahun 1889, setelah insiden terpotongnya telinga kiri van Gogh. Insiden itu terjadi pada akhir tahun 1888. Jika dilihat dari perban yang masih terpasang, mungkin lukisan ini dilukis pada awal tahun 1889.
Kisah awalnya bermula saat keinginan Vincent van Gogh pindah ke Arles untuk memulai mimpinya melukis di sebelah selatan Perancis. Dia menyukai pemandangannya, cahayanya, dan orang-orangnya. Langkah pertamanya adalah mencari tempat untuk dijadikan studio. Dia menemukan sebuah rumah kecil (dikenal dengan Yellow House) beralamat di Place Lamartine No. 2 yang kemudian disewanya dengan biaya 15 francs per bulan.
Langkah berikutnya adalah menemukan seorang pelukis lainnya yang mau tinggal bersama dan melukis bersama. Kakak Vincent, Theo, membantunya mempertemukannya dengan Paul Gauguin, seorang pelukis berkebangsaan Perancis yang akan tinggal bersamanya. Paul Gauguin tiba pada tangal 23 Oktober, dan bertemu dengan Vincent di depan pintu Yellow House pada pagi hari.
Dalam beberapa minggu mereka tinggal bersama, makan bersama, minum bersama, dan melukis bersama. Vincent dan Gauguin, keduanya memiliki ketertarikan yang sama pada aliran Impressionisme. Mereka melukis subjek yang sama. Mereka melukis berdampingan, saling menunjukkan bagaimana mereka bisa melukis subjek yang sama dengan cara yang berbeda.
Kebahagiaan mereka tidak berlangsung untuk waktu yang lama. Akhirnya Gauguin merasa sulit untuk hidup dengan Vincent. Gauguin merasa bahwa mereka telah mencapai semuanya, tapi pandangannya tentang seni menjadi semakin berbeda dengan pandangan Vincent. Situasi ini menjadikan keduanya semakin stres. Hingga pada bulan Desember 1888, Gauguin berniat untuk pergi. Inilah yang kemudian memicu terjadinya insiden pemotongan telinga kiri Vincent van Gogh.
Ada 2 versi yang beredar hingga kini. Versi yang resmi (dari kepolisian setempat) menyebutkan bahwa Vincent van Gogh memotong telinganya sendiri dengan menggunakan pisau cukur. Dari kesaksian Gaugin, pada malam tanggal 23 Desember saat dia mengatakan keinginannya untuk pindah kepada Vincent, Vincent merasa sangat terpukul. Saat Gauguin hendak keluar rumah untuk jalan-jalan, dia mendengar jejak kaki Vincent mendekat. Dia kemudian berbalik untuk melihat, dia melihat Vincent berjalan ke arahnya dengan pisau cukur di tangannya. Vincent tiba-tiba berhenti, menundukkan kepalanya, dan dengan cepat kembali masuk. Malam itu, Gauguin tidak pulang ke Yellow House, melainkan menginap di hotel. Barulah keesokan harinya dia kembali ke Yellow House dan mendapati rumah kecil itu sudah ramai dikerumuni polisi dan orang-orang yang banyak. Didapatinya Vincent berlumuran darah di atas ranjangnya. Awalnya mereka mengira Vincent telah mati. Tapi setelah diperiksa, ternyata Vincent masih hidup. Gauguin meminta kepada polisi untuk membangunkannya perlahan, dan untuk katakan kepadanya bahwa dia sudah kembali ke Paris  jika Vincent menanyakan tentang dirinya.
Versi lainnya datang dari para sejarawan yang kembali mengkaji ulang kasus ini. Menurut mereka, versi resmi sebagian besar berdasar kepada kesaksian Gauguin yang mengandung inkonsistensi. Ada banyak petunjuk dari kedua pelukis yang dapat mengungkapkan kebenaran kisahnya.
Hans Kaufmann, salah satu penulis dari buku “Pact des Schweigens” (Pact of Silence) mengatakan,  “Kami sangat hati-hati mengumpulkan kembali laporan dari para saksi dan surat-surat yang ditulis oleh keduanya. Dan kami sampai pada kesimpulan bahwa Vincent van Gogh sangat marah atas rencana Gauguin untuk kembali ke Paris setelah mereka menghabiskan waktu bersama di Yellow House di Arlen.  Pada malam 23 Desember 1888 Vincent van Gogh diserang penyakit metabolic, menjadi sangat agresif ketika Gauguin mengatakan bahwa dia akan meninggalkan Vincent untuk kebaikannya. Suasana menjadi memanas ketika itu berada di dekat rumah bordil dan Vincent mungkin telah menyerang temannya. Gauguin, yang ingin membela diri dan ingin menyingkirkan ‘orang gila’ yang menyerangnya, berusaha merampas senjatanya dan mengarahkannya ke arah Vincent. Dengan itulah dia memotong telinga kirinya.”
Kaufmann menambahkan, “Kami tidak tahu pasti apakah pukulan itu kecelakaan atau upaya sengaja untuk melukai Vincent van Gogh. Tapi itu gelap, dan kami hanya menduga bahwa Gauguin tidak bermaksud untuk memukul temannya. Gauguin meninggalkan Arles keesokan harinya, dan keduanya tidak pernah bertemu satu sama lain lagi.”
Dalam surat pertama yang Vincent van Gogh tulis setelah insiden ini, dia berkata kepada Gauguin, “Saya akan bungkam tentang hal ini, dan begitu juga kau.” Yang tampaknya merupakan awal dari “Pact of Silence”
Bertahun-tahun kemudian, Gauguin menulis surat untuk temannya yang lain. Dia berkata tentang van Gogh, “Seorang pria dengan bibir tertutup, saya tidak bisa mengeluh tentang dia.
Kaufmann juga mengutip korespondensi antara Vincent van Gogh dan kakaknya Theo, di mana pelukis mengisyaratkan apa yang terjadi malam itu, yang tanpa sadar telah melanggar ‘kesepakatan diam’, dia menulis bahwa, “Beruntung Gauguin tidak memiliki senapan mesin atau senjata api lainnya, karena dia lebih kuat daripada saya dan gairah/semangat (passions)-nya juga lebih kuat.
 “Ada banyak petunjuk dalam dokumen yang kami punya yang membuktikan bahwa versi ‘menyakiti diri’ tidak benar. Tapi, dari sejauh yang saya ketahui, tak satupun dari teman-teman yang pernah memecahkan ‘Pact of Silence’,” kata Kaufmann yang menunjukkan bahwa cerita tentang telinga van Gogh perlu ditulis ulang.