Sabtu, 10 Januari 2015

Memahami Lukisan : Potret Keluarga (Hendra Gunawan)

"Potret Keluarga" karya Hendra Gunawan (1968)

Aku hanyalah orang biasa
Aku bukanlah orang yang berkuasa
Aku tak punya harta yang berlimpah
Hanya ada keluarga yang kucinta

Tak sadarkah kalian wahai sang penguasa
Yang kutahu hanyalah melukis
Tak ada niat untuk melukai apalagi menggulingkan kalian
Tapi mengapa kalian memperlakukanku seperti ini

Aku terpisah dari keluarga yang kucinta
Aku ingin pulang, aku merindukan mereka
Tapi apa daya, aku hanyalah 'kambing hitam' yang terjebak di kubangan
Aku terkurung, tertekan, dan terhina
Aku tak bisa apa-apa

Indahnya jika kami berkumpul bersama
Melihat anak-anakku tumbuh dewasa
Melihat istriku merawat mereka
Menghabiskan waktu bersama mereka

Kini aku hanyalah seorang pelukis kesepian
Aku punya keluarga tapi tak bisa bersama
Tak ada yang bisa kulakukan selain pasrah
Semoga ini adalah jalan terbaik untukku



        Dalam lukisan di atas, terlihat Hendra Gunawan bersama istrinya, Karmini, di samping kanannya, kedua anaknya masing-masing di samping kiri dan di atas pundaknya, sedangkan wanita di samping istrinya, adalah Nuraeni, muridnya. Di belakang mereka terlihat kerumunan orang banyak, masing-masing berkumpul bersama keluarga mereka.
         Lukisan ini menggambarkan situasi saat hari kunjungan keluarga tapol (tahanan politik) di Kebon Waru, tempat Hendra Gunawan ditahan atas tuduhan seniman pencedera bangsa. Ia dituduh menyebarkan paham Marxisme dan Leninisme lewat seni rupa.
           Pada lukisan ini, terdapat banyak keluarga berkumpul bersama. Mereka terlihat sangat bahagia berkumpul bersama setelah sekian lama terpisah. Mereka bersuka cita menghabiskan waktu bersama seharian.
           Hendra melukis keluarga-keluarga yang menjadi latar belakang nampak sangat akrab antar anggota keluarga. Lihat saja, keluarga di sebelah kanan, si anak mengulurkan tangannya kepada ayahnya seolah-olah minta digendong, sementara si ayah dan si ibu saling memandang. Juga keluarga yang lain di sampingnya, si ayah menggendong di punggung anak perempuannya, sementara anak laki-lakinya menariknya di samping kirinya. Lain lagi dengan keluarga yang agak di tengah, mereka duduk di atas tikar seperti sedang piknik, si ayah dan anak perempuannya (tampaknya sudah dewasa) duduk berhadapan, sementara si ibu menyajikan beberapa piring makanan.
          Walaupun banyak keluarga pada lukisan di atas, tapi keluarga Hendra yang menjadi subjek utama. Kehangatan juga tampak jelas pada keluarga Hendra. Hendra berada di tengah, sedang duduk di atas batu (atau apalah benda berwarna gelap yang didudukinya) sambil menggendong anaknya yang kecil di pundaknya dan memegang kaki kanan anaknya. Anaknya yang besar berada di samping kirinya, merangkulnya sambil memegang lengan kirinya. Anaknya yang kecil digendong di pundak, memegangi kepala ayahnya sambil tersenyum manis. Istrinya, Karmini, berada tepat di samping kanannya, sedang berdiri tegak dengan tangan kirinya bertumpu di pundak kanan Hendra. Muridnya yang bernama Nuraeni berada di samping Karmini, berdiri agak santai sambil merangkul tangan Karmini.
           Jika kita melihat lukisan ini pada saat baru diselesaikan, maka keberadaan Nuraeni menjadi ganjil, karena kita menganggapnya 'bukan siapa-siapa'. Tapi, jika kita mengetahui siapa Nuraeni ini di masa yang akan datang, kita baru akan terdecak kagum sambil tersenyum. Nuraeni adalah istri kedua Hendra Gunawan yang dinikahinya beberapa saat setelah lukisan ini dibuat. Dia adalah seorang gadis belia yang menjadi tapol di Kebon Waru atas kepemimpinannya pada sebuah drumband yang dicurigai melakukan aktivitas pemuda-pemudi PKI. Di Kebon Waru ini dia bertemu dengan Hendra Gunawan yang kemudian mengajarinya melukis. Lewat lukisan "Potret Keluarga" ini pula Hendra mengisyaratkan keinginannya untuk menikahi Nuraeni.
         Secara teknik, Hendra melukis keluarganya dengan stroke yang lebih jelas daripada keluarga lainnya yang di belakang. Pemilihan warnanya juga kita bisa lihat, diri Hendra sendiri yang paling menonjol, paling beragam, dan paling mendetail daripada anggota keluarganya yang lain. Ini menunjukkan bahwa dirinya sendirilah yang merupakan subjek yang paling utama, sekaligus merupakan kepala keluarga. Ada pula beberapa area yang dilukisnya cukup mendetail, seperti pada sarung batik Karmini, yang mungkin berarti Karmini adalah 'tulang punggung' keluarga selama Hendra menjadi tahanan politik di Kebon Waru. Kita juga dapat mengartikannya bahwa Karmini adalah istri yang dicintainya, dihormatinya, dan disanjungnya. Rok Nuraeni juga cukup mendetail dengan corak wayangnya, tapi tidak sedetail sarung batik Karmini. Mungkin ini diartikan sebagai, Nuraeni adalah orang baru dalam hidupnya, Hendra juga mencintainya, tapi tidak sebesar cintanya kepada Karmini.
        Untuk warna kulit, ada beberapa area yang terlihat 'aneh' atau tidak biasa dari warna kulit yang sebenarnya. Yang paling menonjol adalah pada tangan kiri Hendra. Warna biru tua, hijau, hitam dan beberapa bintik merah yang tak biasa untuk warna tangan. Tangan kanannya juga agak kebiruan tapi tak mencolok. Bagian yang agak mencolok lainnya juga ada pada kedua kaki Karmini, yaitu warna biru dan abu-abu gelap, warna yang tak biasa untuk kaki. Begitu pula dengan kaki anak yang kecil, wajah kanan Hendra, tangan kanan Karmini, dan sebagian pada area leher Karmini. Sedangkan, pada kedua kaki Hendra yang berwarna gelap, mungkin itu adalah lumpur. Kebanyakan warna yang abnormal hanya terlihat pada 3 figur, Hendra, Karmini, dan anak mereka yang kecil. Entah apa artinya.
          Selain itu, Hendra melukiskan kaki para wanita menggunakan sandal, sedangkan para pria tak beralas kaki. Mungkin artinya, Hendra menjunjung tinggi para wanita. Wanita yang merupakan manusia yang lemah, lebih pantas mengenakan alas kaki dibanding para pria, yang memang lebih terbiasa dengan pekerjaan kasar.